Sutra Vegan, Kain Glamor yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan
Konsumen mode saat ini sudah menyadari akan dampak fashion terhadap lingkungan dan bersedia membayar lebih untuk membeli produk yang ramah lingkungan serta berkelanjutan. Salah satu produk ramah lingkungan dan berkelanjutan adalah produk vegan.
Alternatif bahan vegan untuk menggantikan bahan tekstil tradisional menjadi tren baru di industri mode kelas atas.
Salah satu bahan glamor yang banyak dipakai di indutri mode kelas atas adalah kain sutra.
Disadur dari treehugger, sutra adalah salah satu kain tertua dan paling berharga di dunia. Kain halus dan tahan lama dibuat dengan memanen filamen alami dari kepompong ulat sutera, kemudian diwarnai, dipintal, dan ditenun menjadi benang.
Penggunaan sutra dalam kain dikembangkan di Cina kuno. Terbukti dari ditemukan biomolekuler pertama sutra di situs Neolitik di provinsi Henan berasal dari 8.500 tahun yang lalu.
Sutra adalah serat alami dan biodegradable, tetapi produksinya memberikan dampak lingkungan yang lebih besar daripada kain alami lainnya.
Mikhail Nilov/Pexels |
Proses Pembuatan Sutra tradisional
Proses pembuatan sutra berawal dari budidaya ulat sutra (Bombyx Mori). Setelah ulat sutra berganti bulu sebanyak empat kali saat mereka tumbuh, mereka mengeluarkan cairan yang disekresikan secara alami, lalu diputar menjadi kepompong yang menempel bersama dengan getah yang disebut serisin. Proses pemintalan kepompong ini memakan waktu 2-3 hari.
Jika dibiarkan terus secara alami, ulat sutera menjadi dewasa dan kemudian menjadi ngengat di dalam kepompongnya. Ketika saatnya tiba, ngengat akan mengeluarkan cairan yang membakar lubang melalui untaian kepompongnya agar bisa keluar dan terbang untuk menyelesaikan siklus hidupnya.
Karena benang sutra rusak saat ngengat keluar dari kepompong, maka di pabrik produksi sutra ulat sutra dibiarkan hidup sampai ulat terbungkus dalam kepompong. Kemudian kepompong direbus untuk membunuh ulat dan menghilangkan getah serisin agar filamen sutra tetap utuh.
Quang Nguyen Vinh/Pexels |
Filamen lalu dilepas dan digabungkan dengan yang lain untuk dibuat menjadi ketebalan benang apa pun yang dibutuhkan untuk menenun selembar kain sutra.
Dibutuhkan sekitar enam ribu kepompong ulat sutra untuk menghasilkan satu kilo kain sutra.
BACA JUGA: Cerita di Balik Bahan Denim
Proses pembuatan kain sutra tidak hanya melakukan kekerasan terhadap hewan tapi juga menyumbang dampak buruk terhadap lingkungan karena produksi sutra membutuhkan banyak energi. Peternakan ulat sutra harus dijaga pada suhu yang terkendali, dan proses memanen kepompong menggunakan air panas serta udara panas.
Produksi sutra menggunakan banyak air. Pohon murbei sebagai makanan ulat sutra merupakan pohon yang membutuhkan banyak air. Jika ditanam di daerah kering, pasokan air akan banyak terserap untuk peternakan ulat sutra.
Bahan kimia digunakan untuk membersihkan dan dalam proses pewarnaan kain sutra. Proses ini mencemari air dan menghalangi proses penguraian kain.
India mulai mengembangkan proses alternatif yang tidak membunuh ulat, namun teknik ini memakan waktu yang lama dan seringkali tidak memenuhi jadwal waktu produksi.
BACA JUGA: Repurpose - Cara Mengurangi Limbah Fashion
Apa itu sutra vegan?
Sebagai alternatif yang ramah lingkungan, benang seperti sutra dapat dibuat dari beberapa sumber tanaman.
Batang bunga teratai adalah salah satu yang dapat dibuat menjadi kain mewah seperti sutra. Sebetulnya membuat tekstil dari batang teratai sudah dilakukan sejak lama, tetapi dibutuhkan volume batang yang banyak untuk membuat kain berukuran kecil. Alternatif lain adalah piña, kain tradisional Filipina yang terbuat dari daun nanas. Piña memiliki tekstur seperti sutra dan ringan, tembus cahaya, dan kaku.
Beberapa alternatif tanaman lain seperti kayu pinus, kayu putih, tanaman rami bahkan dapat dibuat dari kulit pisang, nanas dan selulosa kulit jeruk.
Sutra vegan diproduksi dengan cara yang lebih ramah lingkungan tanpa melibatkan hewan. Alternatif ini memberikan pilihan untuk tetap tampil glamor namun aman untuk lingkungan dan berkelanjutan.
Sumber:
treehugger.com
excellencemagazine.luxury
Photo by Maadhuri G from Pexels
9 comments
Selama ini saya kira prosesnya ulat dibiarkan sampai jadi kupu-kupu baru kepompongnya dipanen. Ternyata enggak ya.
BalasHapusTernyata sadis ya... hiks.
HapusWahhh makasih kak, jadi ngerti proses pembiatan kain sutera, kare selama ini masih belum tahu
BalasHapusSama2 kak
HapusMenarik ya penemuan dunia mode termasuk sutra vegan ini. Jadi penasaran teksturnya seperti apa.
BalasHapusPerkembangan sustainable fashion lumayan pesat nih. Bagus juga banyak orang yang semakin sadar akan efek buruk dari dunia fashion untuk bumi.
HapusWah wahhhh wah, menarik banget informasinya. Makasih ya kak
BalasHapusSama2, terima kasih sudah berkunjung ke blog ini.
HapusDibalik mahal dan kualitas kain sutra ada kisah sadis bagi hewan penghasil serat sutra. Yg begini ga bisa disebut ramah lingkungan selama masih menyakiti hewan.
BalasHapus