Pastinya kita semua merasakan betapa panasnya cuaca belakangan ini. Langit biru dengan sedikit awan dan panas yang sangat terik. Tapi tidak jarang keadaan mendadak berubah menjadi hujan deras diikuti dengan angin kencang bahkan puting beliung di beberapa tempat.
Saya merasakan bagaimana perubahan cuaca yang drastis ini mempengaruhi banyak hal dalam keseharian saya. Dari mulai aktivitas sehari-hari yang terganggu karena hujan mendadak yang deras dan menyebabkan banjir sehingga membuat macet total, sampai hal yang sepertinya sepele seperti jemuran basah karena ditinggal lantaran ramalan cuaca hari itu adalah cerah tapi berubah menjadi hujan badai.
Kondisi ini membuat frustasi namun sebenarnya perubahan cuaca ekstrem akibat dari perubahan iklim sudah terjadi sejak lama. Dan sekarang dampaknya semakin terasa.
Menurut un.org, pergeseran iklim ini bisa disebabkan oleh variasi siklus matahari. Namun sejak tahun 1800-an, aktivitas manusia telah menjadi pendorong utama perubahan iklim, terutama akibat pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas.
Efek rumah kaca yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil menahan panas matahari di bawah atmosfer dan menyebabkan peningkatan suhu.
Industri, transportasi, bangunan, pertanian, dan tempat pembuangan sampah adalah sumber penghasil karbon dioksida, metana, dan karbon monoksida yang merupakan beberapa gas penyebab rumah kaca.
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
Perubahan iklim tidak hanya meningkatkan suhu bumi. Sebagai suatu ekosistem yang semuanya berhubungan, perubahan ini mengakibatkan mencairnya es di kutub, kenaikan level air laut, banjir, kekeringan, badai, kelangkaan pangan, kekurangan air bersih hingga mulai punahnya keanekaragaman alam.
INDUSTRI FASHION DAN PERUBAHAN IKLIM
Sulit membayangkan bagaimana sebuah kaus dan sepasang jeans turut berperan terhadap perubahan iklim namun nyatanya industri fashion global menghasilkan gas rumah kaca dari mulai awal produksi, distribusi hingga pembuangan limbahnya. Hasilnya, industri ini menyumbang 10% emisi gas rumah kaca global.
Dikutip dari cnn.com, proses pembuatan satu kaus katun mengeluarkan sekitar 5 kilogram karbon dioksida hampir sama dengan jumlah yang dihasilkan oleh perjalanan mobil sejauh 19 kilometer. Pembuatan sepasang celana jeans bahkan mengeluarkan lebih banyak karbon dioksida, sama dengan perjalanan mobil sejauh 78 kilometer.
Berkembangnya fast fashion, semakin memperburuk keadaan. Kemunculan fast fashion di awal tahun 2000 merubah tren belanja fashion menjadi lima kali lebih sering. Namun penggunaan bahan berkualitas buruk untuk menekan harga jual membuat pakaian cepat menjadi usang dan tidak bertahan lama.
Poliester merupakan bahan yang paling banyak digunakan produk fashion saat ini. Harganya yang jauh lebih murah dari kapas, membuat poliester sebagai bahan utama dalam industri fast fashion. Serat sintetis ini sebagian besar berasal dari minyak bumi. Mengacu dari data bloomberg.com, proses produksi poliester membutuhkan sejumlah besar energi. Pada tahun 2015, produksi poliester untuk pakaian menghasilkan 282 miliar ton karbon dioksida, tiga kali lipat lebih besar dari produksi menggunakan kapas.
BACA JUGA: 10 Fakta Tentang Limbah Industri Fashion
Tidak hanya menghasilkan emisi gas rumah kaca, dalam proses pencucian bahan sintetis ini melepaskan potongan plastik berukuran sangat kecil yang disebut mikroplastik. Ukurannya yang sangat kecil menyebabkan partikel hanyut bersama air limbah lalu mengotori sungai dan berakhir di laut.
Industri fast fashion memproduksi miliaran pakaian setiap tahunnya. Fakta ini menimbulkan masalah baru yaitu sampah fashion. Penggunaan bahan baku murah menyebabkan pakaian mudah rusak dan berakhir di tempat sampah. Sampah fashion membutuhkan puluhan tahun untuk terurai dan menghasilkan gas rumah kaca selama prosesnya.
Sampah fashion di gurun Atacama , Chili (Martin Benneti/AFP) |
MENGURANGI JEJAK KARBON INDUSTRI FASHION
Industri fashion, terutama fast fashion meninggalkan jejak karbon yang panjang. Bukan hanya dari jumlah sampah yang menumpuk di TPA, tapi selama proses produksi dari hulu ke hilir. Polusi air dari proses pewarnaan dan peningkatan emisi perjalanan udara dalam pengiriman barang jadi maupun bahan baku selama proses produksi menambah daftar panjang jejak karbon industri fashion. Dan sebagian besar proses produksi dilakukan di negara-negara yang tidak memiliki peraturan yang ketat mengenai polusi.
Fakta menunjukkan bahwa kita sebagai konsumen juga memiliki andil besar dalam jejak karbon industri fashion. Perilaku belanja yang berlebihan mengikuti setiap pergantian tren menaikkan permintaan terhadap brand fashion untuk memproduksi lebih banyak dan akhirnya menghasilkan timbunan sampah pakaian bekas ataupun sisa pakaian yang tidak terjual.
Konsumen dapat memulai perubahan dengan menjadi pembeli cerdas dan bertanggung jawab agar dapat mendorong brand fashion untuk lebih ramah lingkungan.
Beberapa cara yang dapat dilakukan agar kita dapat berkontribusi dalam mengurangi jejak karbon industri fashion:
1. Mengutamakan kualitas bukan kuantitas.
Pakaian berkualitas baik dapat bertahan lama dan mengurangi pembelian pakaian baru.
Tips untuk memilih pakaian berkualitas:
- Pakaian berkualitas baik dijahit dengan rapi dan kuat. Tarik bagian jahitan dengan lembut dan lihat apakah jahitan terlepas atau tidak.
- Arahkan pakaian ke tempat terang atau lampu untuk melihat ketebalan bahan. Pada umumnya, bahan yang tebal menunjukkan kualitas yang baik.
- Periksa kancing dan ritsleting jika ada. Ritsleting berbahan metal lebih kuat dari yang dibuat dari plastik. Pastikan kancing sesuai dengan lubang kancing dan dijahit dengan kuat. Jika pakaian dilengkapi dengan ekstra kancing, ini menunjukkan pakaian berkualitas bagus.
2. Belanja fashion dari brand yang berkelanjutan.
Semakin banyak brand yang memperhatikan dampak fashion terhadap lingkungan dan mengedepankan konsep berkelanjutan. Beberapa brand besar sudah menerapkan metode produksi yang ramah lingkungan seperti Zara, Levi's, Patagonia, dan Adidas. Brand seperti Sejauh Mata Memandang, Sukkha Citta, dan Indosole merupakan sebagian dari brand lokal yang sudah menjalankan konsep berkelanjutan.
3. Upcycle.
Ide kreasi upcycle sangat mudah didapatkan di internet. Pakaian yang sudah tidak terpakai dapat dirubah menjadi barang lain yang berguna atau merubah modelnya menjadi lebih trendi.
4. Donasikan pakaian
Sering kali pakaian sudah tidak terpakai karena bosan atau sudah ketinggalan jaman padahal kondisi pakaian masih bagus. Sayang jika pakaian layak pakai berakhir di TPA, carilah tempat yang menerima donasi pakaian bekas agar pakaian berguna untuk orang lain dan pakaian dapat dipakai lebih lama.
BERKONTRIBUSI BERSAMA
Dampak dari perubahan iklim sudah kita rasakan saat ini, dan semakin memburuk dengan cepat jika kita tidak mengambil tindakan sekarang. Ayo #TeamUpforImpact merubah perilaku belanja fashion agar bersama kita dapat membuat perubahan #UntukmuBumiku.
- JCH
Artikel ini diikutsertakan dalam kompetisi blog dengan tema : Perubahan Iklim yang Aku Rasakan! diselenggarakan oleh Blogger Perempuan Network.
Referensi:
What Is Climate Change? - https://www.un.org/en/climatechange/what-is-climate-change
The World is Paying a High Price for Cheap Clothes - https://edition.cnn.com/2020/05/03/business/cheap-clothing-fast-fashion-climate-change-intl/index.html
What's wrong with the fashion industry - https://www.sustainyourstyle.org/en/whats-wrong-with-the-fashion-industry
The Global Glut of Clothing Is an Environmental Crisis - https://www.bloomberg.com/graphics/2022-fashion-industry-environmental-impact/
Fast Fashion's Carbon Footprint - https://carbonliteracy.com/fast-fashions-carbon-footprint/
Foto utama: Angelica Reyn/Pexels